Minggu, 13 April 2014

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT ( STBM )

 





Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Program STBM memiliki indikator outcome dan indikator output. Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Indikator output STBM adalah sebagai berikut : Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar. Setiap rumah tangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar. Untuk mencapai outcome tersebut, STBM memiliki 6 (enam) strategi nasional yang pada bulan September 2008 telah dikukuhkan melalui Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008. Strategi tersebut adalah: Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment); Peningkatan kebutuhan (demand creation); Peningkatan penyediaan (supply improvement); Pengelolaan pengetahuan (knowledge management); Pembiayaan; Pemantauan dan evaluasi. Dari 6 (enam) strategi tersebut, 3 (tiga) strategi pertama merupakan strategi utama dalam pelaksanaan program nasional STBM. 
Tujuan program STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi  total dengan mengubah prilaku higien dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat.

LIMA PILAR STBM ( SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT )

Lima Pilar STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) merupakan program pemerintah dalam hal menciptakan keluarga dan lingkungan yang sehat dengan melakukan lima hal.
  1. Stop Buang air Besar Sembarangan
    Istilah yang lebih sering diungkapkan untuk menyatakan hal tersebut adalah ODF Open defecation Free (ODF)(Bebas dari buang air besar sembarangan) yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Bahkan sekarnag sudah banyak desa yang mendapat sertifikat desa ODF yang berarti warga desa tersebut sudah tidak ada lagi yang bab sembarangan. Semua warga buang air besar (Ngising) hanya dijamban yang sehat saja.

  2. Cuci Tangan Pakai Sabun
    Untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit kedalam tubuh manusia, salah satu metode yang murah dan bisa dilaksanakan oleh masyarakat adalah membiasakan cuci tangan pakai sabun. Mencuci tangan pakai sabun sebaiknya dilakukan setelah buang air besar, setelah memagang binatang peliharaan, setelah memegang banda-benda yang kotor, sebelum makan, setelah makan, sebelum menyusui, dll.
  3. Pengelolaan Air minum dan makanan yang sehat.
    Salah satu cara lain yang dapat memutus mata rantai penularan penyakit adalah mengelola air minum dan makanan dengan baik dan sehat. Hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah merebus terlebihn dahulu air yang digunakan untuk keperluan minum sehari-hari, proses memasak yang higienis dan menyimpan makanan dan minuman yang benar.

  4. Mengelola sampah dengan benar
    Sampah adalah barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia. Sampah rumah tangga yang setiap hari dibuang oleh masyarakat secara sembarangan menjadikan potensi sebagai sarang serangga pembawa penyakit seperti lalat, kecoa dan lain-lain. Pengelolaan sampah dengan benar akan meminimalisir terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan. Memisahkan sampah basah dan sampah kering merupakan hal yang mestinya dilakukan oleh masyarakat. sampah kering dapat dibakar dan sampah basah bisa ditanam sehingga menjadi pupuk yang dapat menyuburkan tanah.

  5. Mengelola limbah cair rumah tangga dengan benar.
    Selain sampah benda padat, rumah tangga juga menghasilkan limbah cair. Limbah cair yang tidak dikelola dengan benar dapat pula menyebabkan berbagai macam penyakit bagi manusia. Selain itu lingkungan akan tampak kumuh dan tidak tidak indah. Sebaiknya pengelolaan limbah cair ini, masyarakat membuat SPAL (saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat. diantaranya saluran kedap air dan tertutup, terdapat lubang peresapan limbah.











Program sanitasi total berbasis masyarakat, diantaranya berangkat dari latar belakang kegagalan berbagai program pembangunan sanitasi selama ini. Jika boleh mengutip, ini mungkin beberapa diantaranya:
  • Indonesia kehilangan lebih dari Rp 58 triliun, atau setara dengan Rp 265.000 per orang per tahun karena sanitasi yang buruk.  Lebih dari 94 juta penduduk Indonesia (43% dari populasi) tidak memiliki jamban sehat dan hanya 2% memiliki akses pada saluran air limbah perkotaan.  Sebagai akibat dari sanitasi yang buruk ini, diperkirakan menyebabkan angka kejadian diare sebanyak 121.100 kejadian dan mengakibatkan lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya. Dampak kesehatan tahunan dari sanitasi yang buruk adalah sebesar Rp 139.000 per orang atau Rp 31 triliun secara nasional (WSP, 2007).
  • Dan lebih dari tiga puluh tahun,  akses terhadap sanitasi di pedesaan tidak berubah. Berdasarkan Joint Monitoring Program WHO-UNICEF, akses terhadap sanitasi di pedesaan tetap pada angka 38 %. Dengan  laju perkembangan seperti ini, Indonesia akan gagal untuk mencapai target Millenium Development Goals  (MDG) untuk Sanitasi (WSP, 2008).
Sementara kenyataan dilapangan sendiri, misalnya masih banyak sarana yang dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Juga cakupan akses pada sanitasi yang tidak kunjung merangkak naik dalam sekian kurun waktu. Beberapa faktor dapat menjadi penyebab kegagalan tersebut, diantaranya adalah kurangnya keterlibatan masyarakat dalam segala proses pelaksanaannya, serta kurangnya demand atau kebutuhan masyarakat.
Belajar dari pengalaman-pengalaman tersebut, kemudian dikenalkan metode Community Led Total Sanitation (CLTS). Metode ini melakukan pendekatan dengan menjadikan masyarakat sebagai subyek, dan dilakukan stimulasi kepada mereka untuk melakukan self assesment terhadap kondisi sanitasi pada komunitas mereka. Tahap selanjutnya adalah memicu mereka untuk berubah pada kondisi sanitasi yang lebih baik.
Metode CLTS merupakan pendekatan perubahan perilaku hygiene dan sanitasi secara kolektif melalui pemberdayaan masyarakat dengan metoda pemicuan. Langkah awal perubahan perilaku dengan pemicuan untuk meningkatkan akses terhadap sarana sanitasi yang difasilitasi oleh pihak diluar komunitas sehingga masyarakat dapat mengambil keputusan untuk meningkatkan akses terhadap sarana jamban berdasarkan analisa kondisi lingkungan tempat tinggal dan resiko yang dihadapinya. (Manual pelaksanaan Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (SToPS), 2008).
Pendekatan Community Led Total Sanitasi (CLTS), diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2005. Fokus pembangunan adalah pencapaian outcome perubahan perilaku secara kolektip masyarakat dibantu dengan pendekatan yang tepat-guna untuk memicu perubahan. Hal ini selaras dengan keyakinan masyarakat mencapai tujuan outcome adalah lingkungan yang bebas dari buang air disembarang tempat. (Manual pelaksanaan Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (SToPS), 2008).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar